Hakikat hubungan ilmu dan iman adalah sangat erat. Islam telah
menggaris secara jelas bahwa ilmu harus disertai iman. Kehadiran ilmu
dalam pikiran harus segera diikuti oleh iman secara langsung dan tanpa
jeda. Setelah itu, iman akan diikuti oleh gerakan hati yang tunduk dan
khusyuk kepada Allah SWT. Demikianlah ilmu membuahkan keimanan, dan
keimanan akan menimbulkan ketaatan, tunduk kepada-Nya. Allah SWT
berfirman, “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini
bahwa Al Qur’an adalah benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati
mereka tunduk kepada-Nya. Sesungguhnya Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus”. (QS Al-Hajj : 54)
Al Qur’an juga menegaskan makna ayat ini dalam banyak ayat yang
memuat ungkapan-ungkapan yang membangkitkan pikiran dari kelalaian.
Seperti contoh ungkapan berbentuk pertanyaan, “tidakkah kalian
memikirkan?”, “tidakkah kalian perhatikan?”, “tidakkah mereka
memperhatikan?”. Ada juga ungkapan pernyataan, seperti “bagi kaum yang
memikirkan”, “bagi kaum yang mengetahui”, dan “bagi kaum yang berpikir”.
Setelah memahami bahwa Al Qur’an telah menganjurkan untuk
memerhatikan dan berpikir yang diulang beberapa kali, maka jelaslah
bahwa Al Qur’an menjadikan studi dan penelitian dalam segala bidang
sebagai sebuah keharusan bagi umat Islam. Islam memerintahkan manusia
untuk beribadah dan berpikir.
Islam menghendaki akidah yang dilandasi oleh dasar pengetahuan yang
benar, bukan atas dasar taklid, perkiraan atau sikap menyerah yang buta.
Oleh karena itu, Al Qur’an menanggapi klaim orang-orang musyrik tentang
tuhan-tuhan mereka dengan ungkapan berikut, “Dan mereka tidak
mempunyai ilmu tentang itu. Mereka hanyalah mengikuti sangkaan, dan
sesungguhnya sangkaan itu tiada berguna sedikit pun terhadap kebenaran”.
(QS An-Najm : 28)
Al Qur’an juga mencela orang-orang yang mengatakan, “kami hanya
mengikuti apa yang dilakukan moyang kami” dengan ayat, “… walaupun
bapak-bapak mereka tidak mengerti sesuatu dan tidak mendapat petunjuk”
(QS Al Baqarah : 170)
Akidah Islam berlandaskan ilmu yang benar, sehingga memperkuatnya
sebagai hujah. Akidah Islam tidak takut ilmu itu akan mendatangkan hasil
yang bertentangan dengan fakta dan dasar-dasar agama yang baku karena
kebenaran tidak bertolak belakang dengan kebenaran yang lain. Jika
terjadi kontradiksi antara kebenaran ilmu dan kebenaran agama, biasanya
disebabkan apa yang sebenarnya bukan ilmu dianggap ilmu, dan apa yang
sebenarnya bukan agama dianggap agama.
Atas dasar itulah, ilmu dalam perspektif Islam merupakan jalan untuk
mencapai keimanan. Penelitian selalu berkaitan dengan kehendak Allah SWT
yang menjamin keberlangsungan perintah-Nya di alam raya dan kejadiannya
yang berulang untuk dapat kita amati, pahami, dan manfaatkandalam
kehidupan, setelah kita mengenal perilakunya untuk membuktikan kekuasaan
dan keesaan Tuhan.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar…(QS Fushshilat: 53)
Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah
dan mohon ampunlah bagi dosamu dan dosa orang-orang mukmin laki-lakidan
perempuan. Allah mengetahui tempat kamu (berusaha) dan tempat tinggalmu.
(QS Muhammad: 19)
Wujud Sang Pencipta merupakan hakikat yang baku dan beriman
kepada-Nya merupakan fitrah dalam jiwa yang bersih. Dari sini dapat
dikatakan bahwa perasaan pertama yang muncul dalam diri manusia ketika
ia mengamati dirinya dan alam di sekitarnya adalah perasaan tentang
adanya kekuatan besar yang mengendalikan, mengatur, memelihara alam dan
kehidupan, serta bertindak sekehendak Dirinya. Kepercayaan dan keyakinan
seseorang terhadap sesuatu sudah cukup jika perasaan fitrahnya sesuai
dengan hal-hal yang dicapai oleh peneliti melalui metodologi yang benar.
Jika penelitian tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu dan fanatisme, maka
akan mengantarkan penelitinya mencapai hasil yang sesuai dengan perasaan
fitrahnya, dan tentu akan mengantarkannya beriman kepada Allah SWT
serta beriman kepada semua yang ditetapkan oleh Islam, agama yang benar.
Beberapa ilmuwan dan filsuf masa lalu yang meyakini wujud Allah,
setelah menempuh metode ilmiah yang benar dalam berpikir sebagai suatu
upaya pemenuhan atas kebutuhan fitrah dan akal manusia, dan jauh dari
ilusi filsafat anti-Tuhan yang menyesatkan. Ilmuwan tersebut antara
lain:
- Marit Stanly Kongen, seorang ahli kimia anggota Masyarakat Fisika
Amerika, berkata, “Banyak diantara hal-hal yang kita yakini benar kita
dasarkan pada pembuktian logika. Contoh mengenai hal itu dapat kita
temukan dari kesimpulan-kesimpulan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam ilmu astronomi, kita tidak mempunyai kontak fisik secara langsung
dengannya. Begitu juga dalam penelitian tentang atom serta penggunaan
hukum massa dan energi untuk menyimpulkan komposisi dan sifat atom.
Padahal, sampai hari ini para ahli belum pernah melihat atom secara
langsung. Bom atom pertama menguatkan hukum dan teori yang telah dicapai
oleh para ahli mengenai komposisi dan fungsi atom yang tak terlihat.”
Kongen melanjutkan gagasan keimanannya itu dengan mengatakan, “Semua
yang ada di alam raya ini menyaksikan adanya Tuhan serta menunjukkan
kekuasaan dan keagungan-Nya. Ketika kita dan para ilmuwan melakukan
studi dan analisis terhadap gejala-gejala alam dengan menggunakan metode
pembuktian sekalipun, kita tidak lebih dari sekadar mengamati tangan
dan kebesaran Tuhan. Itulah Allah yang tidak dapat kita capai dengan
sarana ilmu materi saja, tetapi kita melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya
di dalam diri kita dan di setiap atom yang ada di alam ini. Ilmu tidak
lain hanyalah studi tentang makhluk dan tanda-tanda kekuasaan Khalik.”
- George Herbert Plonth, guru besar fisika terapan dan insinyur pada
jurusan Studi Teknik Universitas California mengatakan, “Saya sungguh
percaya kepada Tuhan. Lebih dari itu, saya bahkan menyerahkan urusan
saya kepada-Nya. Ide tentang ketuhanan bagi saya bukan hanya masalah
filsafat, tetapi mempunyai nilai ilmiah yang sangat besar dalam diri
saya. Keimanan saya merupakan bagian dari inti kehidupan saya
sehari-hari.”
- Paul Cliearens Apersol, seorang guru besar geofisika, berpendapat
bahwa manusia pada umunya, baik secara filsafat akal maupun rohani,
merasakan sebuah kekuatan pikiran yang amat besar, adanya sebuah sistem
yang menakjubkan di alam raya ini yang lebih dari hal-hal yang
diinterpretasikan atas dasar kebetulan, atau kejadian acak yang
kadang-kadang tampak antara benda-benda hidup yang bergerak atau
berjalan tanpa ada petunjuk.
Tidak diragukan lagi bahwa upaya manusia mencari akal yang lebih
besar dari akalnya dan pengaturan yang lebih baik dari pengaturannya
untuk membantunya menafsirkan alam ini merupakan bukti adanya kekuatan
dan pengaturan yang Mahabesar, yaitu kekuatan dan pengaturan milik
Tuhan. Meskipun kita tidak mampu memahami secara menyeluruh atau
mendeskripsikan secara materi, sebenarnya banyak bukti materi yang
ditunjukkan Tuhan. Kekuasaan-Nya yang ada pada makhluk ciptaan-Nya
membuktikan bahwa Dia benar-benar Mahatahu dan pengetahuan-Nya yang
tidak terbatas. Sungguh Mahabijaksana yang hikmah kebijaksanaan-Nya
tidak bertepi dan Mahakuat dengan kekuatan yang tidak terhingga.
Visi sains modern tidak hanya membuktikan danya Tuhan dengan
penekanan keutamaan akal di alam raya, tetapi juga menekankan wujud ini
melalui penelitian pada taraf partikel-partikel di dunia internal atom.
Fisikawan kontemporer, Friman Dison, menerangkan bagaimana
kekuatan-kekuatan yang mengikat antara neutron dan proton pada molekul
atom harus sedemikian rupa agar kehidupan mejadi mungkin. Ia mengatakan,
“Seandainya kekuatan nuklir lebih besar sedikit saja dari yang ada
sekarang maka semua hidrogen yang ada di alam ini akan menyatu dan
berubah menjadi atom yang lebih berat. Hidrogrn menjadi unsur yang
langka, dan keberadaan bintang, seperti matahari untuk hidup lebih lama
menjadi tidak mungkin karena terbakarnya hidrogen di dalamnya secara
perlahan. Di sisi lain, apabila kekuatan nuklir lebih kecil sedikit saja
dari sekarang, pembakaran hidrogen menjadi tidak mungkin, dan tentu
tidak ada unsur-unsur berat. Pada gilirannya, tentu tidak akan ada
kehidupan. Semua itu menunjukkan adanya tujuan yang hendak dicapai,
bukan sekedar kebetulan. Makin memperdalam studi tentang alam dan
rincian teknisnya, Anda akan menemukan bukti bahwa alam raya ini
disiapkan sedemikian rupa untuk menyambut kita.”
0 komentar:
Posting Komentar