|
Holy Al - Qur'an |
Untuk menjawab persoalan di atas, sebenarnya tidaklah terlalu sulit.
Kenyataan yang demikian itu terjadi lebih disebabkan oleh karena
kebanyakan masyarakat (baca: muslim) dalam memahami al-Qur’an tidak
dititik beratkan pada nilai-nilai moral atau roh dari pada al-Qur’an itu
sendiri, tetapi hanya terbatas pada teks-teksnya saja. Artinya, mereka
baru mampu menangkap makna al-Qur’an sebatas pada kesakralan dan ritual
semata-mata.
Al-Qur’an di samping harus dibaca sebagai tadarus, juga harus
dipahami, dihayati, dan direnungkan makna-maknanya, baik makna yang
tekstual maupun yang kontekstual, sehingga isi kandungannya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Untuk dapat menangkap
nilai moral atau jiwa al-Qur’an tidaklah mudah. Namun demikian, tidak
ada salahnya kalau kita berusaha – dengan kemampuan yang dimiliki –
untuk menangkap pesan-pesan Tuhan yang terdapat dalam al-Qur’an
tersebut. Dalam konteks ini, ilmu-ilmu bantu harus tetap digunakan
sebagai sarana untuk menangkap pesan-pesan Tuhan yang ada dalam
al-Qur’an.
Di antara pesan-pesan Tuhan yang kini banyak terlupakan dan kurang
mendapat perhatian adalah pesan-pesan yang menyangkut masalah keilmuan
(sains), yang dalam terminologi ilmu-ilmu al-Qur’an biasa disebut
sebagai al-ayat al-kauniyah). Kenyataan yang demikian tidaklah
terlalu mengherankan, sebab, al-Qur’an diwahyukan Allah kepada nabi
Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia tidak dimaksudkan untuk
mengajarkan tentang ilmu pengetahuan modern (sains).
Di sisi lain, ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa para
sahabat yang nota bene lebih mengetahui tentang isi kandungan al-Qur’an
tidak pernah berpendapat bahwa al-Qur’an mencakup sains modern.
Sehingga, generasi selanjutnya merasa tertekan dan dihinggapi rasa takut
untuk melangkah lebih jauh di dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an,
yang secara lebih khusus menyangkut fenomena kealaman (al-ayat al-kauniyah).
Akibatnya, mereka selalu menyerahkan arti dan maknanya kepada Allah
swt. Persoalannya sekarang adalah: apakah kita yang hidup pada masa
sekarang ini – masa di mana ilmu pengetahuan modern telah berkembang
sedemikian pesatnya – harus memahami al-Qur’an layaknya pemahaman para
sahabat ketika itu?
Kewajiban kita memahami al-Qur’an pada masa sekarang ini sama halnya
kewajiban sahabat memahami al-Qur’an pada waktu itu. Artinya, ketika
para sahabat memahami al-Qur’an ketika itu didasarkan pada konteks
kesejarahannya, maka kita pun harus memahami al-Qur’an harus disesuaikan
dengan perkembangan zaman yang terjadi seperti sekarang ini.
Di samping itu, al-Qur’an telah memerintahkan kepada kita untuk tidak
mengikuti nenek moyang kita dengan menelan mentah-mentah apa yang
mereka yakini dengan tanpa memilih dan memilah mana yang baik dan mana
yang buruk. Atau dengan kata lain, bahwa pemahaman kita terhadap
al-Qur’an sekarang ini tidak harus selalu sama dengan pemahaman para
pendahulu kita yang secara historis tentu memiliki perbedaan-perbedaan
yang kadangkala sangat diametral.
Al-Qur’an merupakan kitab masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang. Ia merupakan sumber kebenaran yang mutlak yang tidak ada
keraguan di dalamnya dan menjadi pedoman hidup untuk seluruh umat
manusia di alam semesta ini. Oleh karena itu, di samping al-Qur’an mampu
menyelami masa silam, dan muncul dipermukaan sekarang ini, juga mampu
menjangkau masa yang akan datang.
Ajaran-ajarannya tidak hanya terbatas pada bidang-bidang keagamaan
semata, tetapi juga menyangkut masalah-masalah politik, ekonomi, sosial,
dan disiplin ilmu lainnya, yang termasuk di dalamnya adalah
masalah-masalah ilmu pengetahuan modern dan teknologi. Al-Qur’an mengungkapkan berbagai disiplin ilmu tersebut hanya berupa
isyarat sepintas yang tidak dapat ditangkap isyarat tersebut hanya
dengan membaca sekali saja, tetapi harus dibaca berulang-ulang, sehingga
akan ditemukan makna baru yang mungkin berbeda dengan makna yang
ditemukan ketika membaca untuk kali pertama.
sumber : http://rasail.wordpress.com/2012/05/24/mengungkap-fenomena-sains-al-ayat-al-kauniyah-dalam-al-quran/
0 komentar:
Posting Komentar